Night with 1st Generation of PSV
Hari ke-29 bulan ramadan tahun ini ditutup oleh sebuah undangan buka puasa bersama 1st
Generation of PSV (Persatuan Sepakbola Vokasi) di D’cost Kemang. Datanglah saya
ke sana memenuhi undangan tersebut, jauh-jauh menempuh perjalanan dari Bekasi.
Jadilah hari itu sebuah temu kangen dan nostalgia senja sekaligus buka puasa
bersama yang ditemani berbagian sajian seafood restoran.
Tak ada sambutan formal yang
menandakan acara akan dimulai. Semua dimulai ketika makanan datang dan azan
berkumandang. Mungkin itulah satu-satunya tanda bahwa acara ini akan segera dimulai. Begitu banyak makanan yang
tersaji di hadapan kami. Tapi kami semua makan dan minum tanpa beban, seperti
tidak ada hari esok dan yang ada hanyalah ada. Yang ada hanyalah semua yang di
hadapan: kebahagiaan karena pertemuan maha langka ini.
Awalnya memang meja dipesan
untuk dua puluh orang, tetapi karena ada beberapa orang yang tidak bisa ikut
serta, sehingga masih banyak bangku kosong. Setiap meja tersusun atas sepuluh
bangku sehingga terbagilah kami atas dua kubu, namun kebahagiaan itu tidak
turut serta terbagi. Saya sendiri sering berpindah meja dari meja satu ke meja
lain membicarakan berbagai hal dengan orang yang berbeda.
Obrolan benar-benar dimulai
ketika kami selesai menyantap makanan di atas meja dan menghabiskan
bergelas-gelas es teh yang sudah mulai hilang rasa manisnya. Piring-piring dan
gelas-gelas kosong dipindahkan ke meja sebelah. Dan dimulailah ritual obrolan
ini yang dipimpin dengan sebuah peraturan: “Jika ingin bergabung di meja ini,
kumpulkan telepon genggam di tengah meja.” Jadilah berbagai macam gadget dari
sebagian kami terkumpul di sana: Ipad, Xperia, Blackberry sampai Nokia.
Pada awalnya obrolan
didominasi oleh dua orang yang paling banyak bacot sejak perkumpulan ini ditemukan sekitar tiga tahun yang lalu,
@harrisabdul dan @ogieprasetyo. Yang lain hanya ikut menanggapi, ikut
menertawakan, dan ikut senang. Dan kamipun ikut terbawa suasana. Ibarat kata: “gak lengkap deh kalo gak ada mereka”.
Setelah saya amati, obrolan
ini semakin seru saja karena kami benar-benar hadir di meja ini. Bukan karena
obrolan ini semakin ngalor ngidul semakin
banyak manfaatnya, tetapi karena kami semua terfokus pada satu hal tanpa
telepon genggam di tangan. Tidak asik sendiri dengan gadget. Tidak seru sendiri
dengan nge-tweet. Ataupun tidak
senyum sendiri karena pacar atau gebetan. Menurut saya begitulah seharusnya
ketika kita berbicara dan berinteraksi dengan siapapun. Tak ada sms atau bbm
yang harus dibalas buru-buru seperti kejar setoran. Karena mereka tak akan lari
kemana-mana. Yang hadir hanyalah hadir.
Dari semua keseruan ini,
bukan hanya badan kami yang ada di tempat ini, tapi hati dan otak kami juga
ikut serta. Emosi dan logika. Semuanya hadir bersamaan dengan kadar yang kurang
lebih seimbang, sehingga rasa yang tertinggal di batin saya hanyalah… bahagia
karena saya pernah jadi bagian di sini. Walaupun di lapangan kami lawan, di
sini kami tetap teman.
Pembicaraan ini masih seperti
biasanya saat saya sering berkumpul dengan mereka setahun yang lalu, penuh
canda dan gelak tawa. Dari hal yang remeh keceriaan itu hadir: tukang pangkas
rambut, angkot sampai komeng di televisi. Banyak juga cerita-cerita lucu atas
kejahilan di masa lalu yang selalu diulang-ulang tanpa pernah bosan dan masih
kami tertawakan. Mungkin tidak terlalu berlebihan jika saya menyebutnya sebagai
reuni. Reuni mahasiswa-mahasiswa yang terkumpul atas satu kecintaan pada hobi
yang sama: futsal. It’s still the same
way to take back what I’m missing.
Sayangnya saya harus
bergegas pulang duluan dengan bapak pelatih @14triyoga sehingga tidak bisa ikut
agenda berikutnya, karaokean bareng. Saat saya berjalan pulang, hanya tulisan
ini yang bisa saya persembahkan. Semoga pertemuan selanjutnya yang entah
dimana, kapan dan bagaimana pertemuan itu berlangsung, kita masih melibatkan
hati dan otak kita agar emosi dan logika hadir di atas meja-meja makan yang
penuh canda dan tawa.
Comments
Post a Comment