HOME - The Other Side

Delapan minggu semenjak kepergianku, dan sekarang kamu mengatakan bahwa segalanya berubah di sana. Ketakutan itu menyergap, mungkin saja aku akan kehilanganmu. Dan setiap malam-malam yang kita habiskan dengan terpisah sendiri-sendiri membunuhku perlahan. Seandainya aku bisa pulang dan berada di sisimu.
Pensil yang kugunakan untuk mencoret-coret kertas di atas meja itu terjatuh ke kolong meja sesaat setelah aku melepaskannya. Kupandangi kertas yang tadinya putih itu, kini tampak sesosok wajah wanita dalam goresan-goresan pensil. Aku tersenyum padanya, tetapi ia—gambar itu—sama sekali tidak membalas bahkan tidak menatap mataku yang sedang menatapnya. Gadis dalam gambar itu malah sibuk memperhatikan sesuatu di sebelah kiri atasnya dengan tatapan penuh penasaran.

Kuambil selotip yang tergeletak di atas lemari meja belajar lalu mulai memotong paksa dengan tangan dan merekatkan pada kertas yang aku tempelkan pada tembok. Aku tersenyum hambar, sedikit puas namun banyak kerinduan ikut terhempas. Gambar itu bukan satu-satunya. Masih banyak gambar dengan obyek gadis yang sama dalam berbagai macam pose. Semuanya kuabadikan dalam bentuk goresan tangan. Hanya agar satu hal, aku tidak ingin ia terlupakan.

Setidaknya meskipun aku sekarang tidak bisa menyusuri dan meraba detail indah yang berada pada setiap inchi kulit wajahnya itu dengan tanganku, aku tetap bisa menyusuri dan merabanya dalam kepalaku hingga kemudian tanganku yang bekerja merealisasikannya.

Otak manusia itu memang hebat. Aku bersyukur aku bukan dilahirkan sebagai babi.
Mungkin itu sebabnya manusia bisa setia pada satu pasangan, sedangkan babi akan menghajar apa saja demi napsu dan kenikmatan. Tapi tidak jarang manusia berkelakuan seperti babi. Mungkin kapasitas otaknya hanya dibuat seukuran babi.

Kulirik handphone yang sedari tadi sedang kuisi daya baterainya. Masih tidak bergetar menunjukkan nama gadis yang kutunggu juga. Aku menghela nafas frustasi kemudian mengalah pada rindu dan mengambil telepon genggamku kemudian menuju kontak bertuliskan Avina.

Tut…

Sebuah nada tersambung panjang menyuruhku untuk menunggu panggilan ini diangkat oleh si pemilik nomor.

Tut…

Nada tersambung panjang kedua, telepon itu masih juga belum diangkat.

Dan hingga akhirnya hanya suara wanita penanda panggilan tidak terjawab yang berbicara padaku. Bukan gadis bernama Avina, pacarku.

Aku memang satu-satunya yang menghendaki hubungan jarak jauh ini terjadi. Pilihanku untuk kuliah di Universitas nomor satu di Indonesia ini memang telah aku buat sejak lama. Bahkan jauh sebelum aku mengenal Avina.

Ternyata memang hubungan jarak jauh benar-benar seperti momok menakutkan yang sering menyergap tidak peduli kapan. Kecemburuan, keraguan, kekhawatiran, firasat-firasat, kerinduan pekat, kehampaan, kesepian. Segalanya beradu menjadi sesuatu yang padu dan mencekat tenggorokan.

Terlebih lagi, seorang laki-laki yang sering mengomentari status Line Avina dengan display name Roni kalau aku tidak salah ingat makin-makin membuatku khawatir dengan kelangsungan hubungan yang masih di tengah jalan. Ingin aku pulang dan memastikan. Sayangnya, sistem pendidikan Indonesia yang agak aneh ini memiliki masa orientasi yang cukup lama. Benar-benar definisi cukup lama untuk menyelesaikan masa ospek dalam satu semester berisi 20 sks. Aku tidak bisa pulang meskipun amat sangat berharap bisa melakukan.

Bukan hanya Avina yang takut dengan perpisahan, ataupun perselingkuhan. Aku juga memiliki ketakutan-ketakutan semacam itu. Hanya saja, sebagai laki-laki aku harus pintar menyembunyikan. Sudah seharusnya kan laki-laki jadi pihak yang menenangkan? Walaupun sejujurnya dalam hati, aku juga ingin mengatakan kalau aku takut kehilangan.

Kulirik lagi telepon genggam yang masih tercolok dengan pengisi dayanya. Dan kemudian aku coba lagi membuat panggilan di kontak Avina. Kali ini hanya butuh satu nada tersambung panjang untuk mendengar suara yang aku tunggu-tunggu.

“Halo,” suara lembut miliknya menyapa dan melelehkan sang monster kebekuan di dalam hatiku yang penuh akan kerinduan.


Hanya butuh keajaiban satu kata, kemudian seulas senyum bisa kembali aku lihat dipantulan kaca.

Cerita ini merupakan side story dari cerita berantai Home milik #TimPacaran yang mengikuti kompetisi #LoveCycle Online Festival yang diselenggarakan oleh @gagasmedia . Semoga side story ini bisa membantu @rabbaniRHI dan kawan-kawannya menambah poin, ya! Semangat #TimPacaran!

Comments

Popular posts from this blog

Masa Jahiliyah

Everyday and Everynight Cover