Posts

Lalu, untuk apa bertanya?

“Jika ada hidup yang tak perlu lagi dipertanyakan, lalu untuk apa hidup?”

Orang yang Patut Dicintai

Kata seorang kawan, “Orang yang patut kamu cintai adalah seorang yang membuat kamu selalu bertanya-tanya.” Akhir-akhir ini saya sering bertanya-tanya pada seseorang. Pertanyaan   tersebut tak mengantarkan saya pada sebuah jawaban. Malah, pertanyaan yang satu selalu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Terkadang justru saya sering dibuat tertawa karena pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak sama sekali memberikan tanda bahwa jawabannya akan segera ditemukan. Lalu, buat apa saya bertanya? Pada suatu titik, di suatu saat yang entah kapan nanti, kita akan bertemu pada sebuah awal, entah itu kebosanan atau rasa lelah yang telah memuncak sejak lama, untuk berhenti bertanya dan bertanya. Pada diri sendiri. Entah bagaimana, tapi seseorang yang patut kamu cintai adalah orang yang membuat kamu tidak pernah berhenti merasa bosan atau terlalu lelah untuk terus bertanya. Di sela-sela hujan deras dari langit gelap itu, saya bertanya-tanya, “Apakah kamu patut untuk dicintai?”...

Rindu Sungguhan

Image
Alam memanggil saya kembali, untuk berdamai dengannya. Tadinya sungguh, saya ingin naik gunung karena hanya ingin mencoba. Mencoba hal–hal yang saya belum pernah lakukan sebelumnya. Saya tahu, Mama tak akan pernah suka saya pergi ke gunung dan mendakinya, sebab seperti kebanyakan orang tua, mereka tidak suka anaknya melakukan hal-hal yang berbahaya. Sampai suatu ketika, liburan kuliah datang, ia rela mengiming-iming saya dengan membayar orang untuk mengajari saya menyetir mobil di sebuah tempat kursus (dan selain memberi uang jajan lebih tentunya) agar saya selama liburan ada di rumah dan tak naik gunung. Padahal, Mama saya tidak pernah sekalipun memberi lebih uang jajan saya. Sekalipun pernah, dapat saya pastikan karena telah memohon sebelumnya. Ayah saya tetap seperti biasanya, tidak akan berkomentar untuk persoalan saya pergi ke gunung. Ia hanya berpesan, “Jangan sampai telat salat berjamaah”, dan menambahkan sedikit sangu . Akhirnya, setelah saya berhasil (tentu ka...

Dua-dua *)

Image
Sungguh, salah satu hal yang paling menyebalkan di dunia adalah mengingat. Mengingat memori. Entah itu hanya sekadar memorabilia atau bahkan sebuah memorial. Mengingat nama-nama. Mengingat tanggal-tanggal. Sungguh, aku bukan ahlinya. Lupa adalah kelemahan sekaligus kekuatan terbesarku. Lupa terkadang selalu berujung pada sebuah penyesalan. Tetapi, terkadang lupa adalah sebuah rasa tentram yang selama ini kita usahakan. Untuk tidak lupa, aku mencatat semua potongan-potongan ingatan yang pernah tercipta antara kita dan semesta. Dan aku menyimpannya di dalam ruang pribadi bernama kenangan.   Tanggal-tanggal hanyalah sebuah angka yang menandakan bahwa hari dalam kehidupan terus melaju. Tanggal-tanggal selalu menciptakan momentum dalam hidup, tak terkecuali kelahiran sebuah jiwa. Kelahiran menjadi momentum sakral yang dimiliki setiap manusia. Bagaimanapun rumit prosesnya, kelahiran selalu menjadi pertanda bagi setiap jiwa bahwa hidup telah memilih kamu untuk hidup itu...

Wanita Pencinta Ketinggian

Bagimu yang mencintai ketinggian, pendakian gunung bukan hanya sebuah perjalanan, tapi lebih dari itu. Pendakian gunung adalah soal menemukan jawaban. Dan kamu lebih mencintai gunung daripada laut. “Kenapa?”, tanyaku suatu sore. “Karena orang-orang selalu mengatakan bahwa Tuhan adalah Yang Di Atas. Ketika aku melihat ke atas, tempat itu sangat jauh. Sangat tinggi. Kata banyak orang, puncak gunung adalah tempat terdekat untuk bertemu Tuhan. Hanya gunung satu-satunya sarana di bumi untuk mencapai puncak tertinggi sambil tetap berpijak di bumi. Dari tanah sini," ujarmu sambil menunjuk tanah tempat sekarang kamu berpijak. “Dan aku ingin bertemu Tuhan dari tempatku berpijak.” “Dulu, aku kira Tuhan ada di balik awan, tertutup olehnya. Tapi, setiap kali aku selesai mendaki gunung dan berdiri di atas awan, aku tidak menemukan Tuhan. Aku tidak kecewa sama sekali, karena aku bisa melihat banyak hal dari atas sana. Mungkin Tuhan lebih tinggi dari awan. Dari segalanya yang ada. ...

Ibadah Puisi

Saya: "Ayah, udah baca cerpen Kompas hari ini belum? Yang ngarang Jokpin loh. Dia penulis puisi idola kakak." Sambil melahap nasi goreng buatan Ibu, ia mendengarkan aku bicara dan berkata dengan raut muka terkejut "Oh itu karangan Jokowidodo. Tadi Ayah baru baca judulnya saja." Aku tidak kalah terkejutnya mendengar ucapannya. "Hush. Ini Jokpin maksudnya Joko Pinurbo. Bukan Joko Widodo". Sambil terkekeh ia menjawab "Oalah. Kirain Bapak Presiden kita nulis cerpen juga." Tanpa diminta bercerita aku melanjutkan "Jokpin ini pemuisi idola kakak. Puisinya nyentrik dan menggelitik. Mata kuliah pengkajian puisi semester ini yang menemukan dia dengan saya. Karena disuruh untuk meneliti salah satu buku puisi dari seorang pengarang, kakak memlih penulis ini. Ternyata puisinya keren. Dan kaget juga, ternyata ia juga bisa nulis cerpen. Cerpennya yang dimuat itu di Kompas hari ini. Kakak sampai relain uang jajan buat beli buku puisinya." ...

Can You Help Me?

R: "I'm sorry that I can't help you. I just feel like I am dissapointed you." F: "It's ok. You help me a lot." R: "When that I help you?." F: "Quite often. But you don't know that. But, I do." R: "Quite often? I feel like I only help you when you have your sign language task." F: "Did you forget? You help me when I was in love with you. You are not letting me fell by myself, or give me a parachute so the pain won't be hurt so much. But you choose to fell together. And we know, finally were meet in this line. You choose to fell together and standing right beside me now. That's the point how you help me now, but sometime you're just not realize. I love you." R: "Is that how I help you?" (Touched) F: "Yes. Really." R: "Thank you. I love you too. (She's going hug and kiss him)